Sunday, October 19, 2014

22 Hukum Adat di Indonesia via Hariyantosoftnet



Denda adat yang dikenal dalam hukum adat Dayak Jalai terdiri dari tembikar dan alat musik. Berbeda dengan denda adat yang berlaku dalam beberapa subsuku Dayak lainnya, Dayak Jalai tidak mengenal sistem pembayaran denda adat dengan binatang peliharaan seperti ayam atau babi.
Denda adat yang berlaku terdiri dari dua jenis yakni yang dibayarkan kepada pihak korban (dusaq) serta yang dibayarkan kepada pihak pengurus adat (genggalang). Meskip­un demikian, pada beberapa kasus tertentu, ada denda adat yang hanya dibayar untuk pihak korban saja.
  • Dusaq: denda adat yang dibayar oleh pihak yang bersalah ke pihak korban.
  • Genggalang: denda adat yang dibayarkan oleh pihak yang berperkara kepada kepala adat (damung) dan pengurus perkara (suruhan).
Denda adat yang diserahkan ke damung sebagai akibat kesalahan setara pada kedua belah pihak yang diselesaikan dengan perdamaian. Dalam hal ini Genggalang tidak dike­nakan karena denda adat memang dipungut oleh damung adat.
Yang termasuk dalam hukum damung ganda rajaq adalah:
     1.    Pemadaman kataq: sesingkar pinggan (sebuah piring). Denda adat yang harus   diserahkan ke damung sebagai tanda perdamaian atas perselisihan mulut.


2.     Perkara kecil: sebuah tempayan (sebuah tempayan atau dua buah piring). Denda adat yang harus diserahkan ke damung adat sebagai konsekuensi pembatalan perkara akibat kesalahan kedua belah pihak ternyata setara (pekapuran mengupakan diriq, tiung memadahan damaq-menjuluk musang diampuan) #Perkara besar: tiga pakuq (sempat buah piring)

3.     Halang pucuk sengkuang: tiga pakuq. Denda adat yang dikenakan oleh suruhan kepada pihak yang bersalah karena menyangkal kesalahannya ketika dituntut suruhan dan ternyata dalam peradilan adat tetap terbukti bersalah. dusaq, dia juga membayar kepada suruhan tersebut Sehingga selain membayar. Sebaliknya seorang suruhan lalai mengurus perkara yang dipercayakan kepadanya melebihi jangka waktu tiga bulan sejak ditunjuk oleh seseorang, maka pihak yang dituntut dapat menghukum suruhan tersebut sejumlah tigaq pakuq sesuai dengan hukum lingah-lalai,tantan-tayuq.

4.     Denda adat palas kampang sejumlah masing-masing lima balas diatas (total ti­gaq lasaq) ditambah denda adat tentaguran benuaq berupa sebuah tempayan bagi si lelaki dan canggah balai sejumlah sebuah labah bagi si perempuan.
5.     Hukuman lingah-lalai, tantan-tayuq: hukuman yang dikenakan oleh damung kepada orang tua pasangan yang baru bertunangan (belum menikah) tetapi sudah hamil duluan. Pasangan tersebut tidak dipalas. Masing-masing orangtua dihukum sejumlah ti­gaq pakuq.

Hukum Adat di Aceh


Sejarah dimulainya perilaku adat di Aceh diawali dengan lahirnya Kerajaan Aceh Darussalam. Masuknya agama Islam ke Kerajaan Aceh Darussalam dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1511 – 1530 M juga sangat mempengaruhi proses terbentuknya hukum adat. Penyebaran agama Islam pada masa itu berkembang luas dan cepat karena agama Islam sangat cocok dengan karakteristik masyarakat Aceh. Maka atas hasil mufakat pembesar-pembesar kerajaan, terbentuklah suatu sistem hukum adat yang mulai diberlakukan di Kerajaan Aceh Darussalam. Pelaksanaan hukum adat tersebut berjalan tertib karena adanya kerjasama yang solid antara pemerintah, lembaga adat dan masyarakat. Hukum adat yang diberlakukan di aceh antara lain :
6.     Nasihat
Keputusan ini bukan berupa sebuah denda yang diberikan kepada pelaku namun hanya kata-kata nasihat atau wejengan yang diberikan oleh tokoh adat kepada si pelaku atau yang melakukan kesalahan. Keputusan nasihat diberikan dalam kasus-kasus ringan, misalnya adanya permasalahan fitnah dan gosip yang tidak ada buktinya atau pertengkaran mulut antara warga karena masalah kecil.
7.     Teguran
Hampir sama dengan nasehat, teguran diberikan oleh pihak yang mengadili (perangkat desa/mukim) kepada yang melakukan kesalahan.

8.     Permintaan maaf
Keputusan permintaan maaf sangat tergantung kepada kasus. Dalam kasus yang bersifat pribadi, permintaan maaf juga dilakukan oleh seorang yang bersalah kepada korbannya secara langsung secara pribadi. Namun adakalanya permintaan maaf dilakukan secara umum karena melanggar ketertiban umum.
Misalnya orang yang berkhalwat (berduaan di tempat sepi antara dua orang berlainan jenis) di suatu desa, menurut warga desa ia harus minta maaf karena sudah mengotori desa.
9.     Diyat
Dalam sanksi ini pelaku membayar denda kepada korban sesuai dengan kasus atau masalah yang terjadi. Dalam kasus yang menyebabkan keluarnya darah atau meninggal dunia, maka hukuman dan denda dinamakan dengan diyat. Diyat dilakukan dengan mebayar uang atau terhantung keputusan ureung tuha gampong (peradilan adat).
10.                        Denda
Hukuman denda dijatuhkan sesuai dengan kasus yang terjadi. Denda juga bisa digantikan dengan wujud tidak mendapatkan pelayanan dari perangkat desa selama waktu yang tertentu.
11.                        Ganti Rugi
Hampir sama dengan denda, ganti rugi biasanya dijatuhkan pada kasus pencurian dan atau kecelakaan lalu lintas.
12.                        Dikucilkan
Hukuman bisa juga diberikan oleh warga desa kepada seseorang yang sering membuat masalah di suatu desa. Misalnya seseorang yang tidak pernah ikut gotong royong, tidak pernah ikut rapat, tidak pernah ikut dalam kegiatan orang meninggal dan pesta perkawinan di desa, maka ia akan dikucilkan. Artinya, jika ia mengalami masalah dan atau ada memiliki hajatan maka masyarakat tidak peduli dan tidak membantu orang tersebut mengatasi masalah.
13.                        Dikeluarkan dari Gampong
Seorang yang melanggar adat bisa juga dikeluarkan dari gampong oleh masyarakat. Hal ini terjadi bila seseorang mempunyai perangai seperti yang disebutkan sebelumnya ditambah lagi ada melakukan pekarjaan yang mengotori desa (mencemarkan nama baik desa).
14.                        Pencabutan Gelar Adat
Hal ini dilakukan bila perangkat adat di desa terbukti melawan hukum adat. Misalnya kalau seorang teungku meunasah terbukti melakukan khalwat ia akan langsung dicabut gelar teungku dan tidak berhak lagi memimpin upacara keagamaan.
15.                        Toep Meunalee
Sanksi ini dikenakan kepada seseorang yang menuduh tanpa adanya bukti. Maka orang yang menuduh, karena sudah mencemarkan nama baik orang yang dituduh, ia harus membayar denda dengan nama toep meunalee (menutup malu).

Hukum Adat Toraja
Perkawinan di Tana Toraja adalah semata-mata adanya persetujuan kemudian persetujuan itu disyahkan dengan suatu perjanjian dihadapan pemerintah adat dan seluruh keluarga yang telah terdapat aturan dan hukum-hukum yang dibacakan dalam perjanjian sebagai sangsi dan perjanjian perkawinan.

Penentuan hukuman dengan nilai hukum Tana’ adalah dilakukan oleh dewan adat yang diumumkan dalam satu sidang atau musyawarah adat dimana hadir kedua suami isteri serta keluarga kedua belah pihak.
Pelanggaran di dalam hubungan adat perkawinan di Tana Toraja antara lain:
16. Songkan Dapo’, artinya bercerai/pemutusan perkawinan yaitu yang bersalah dapat dihukum dengan hukuman Kapa’ dengan membayar kepada yang tidak bersalah sebesar nilai Hukum Tana’ yang telah disepakati pada saat dilakukan perkawinan dahulu.
 17. Bolloan Pato’, artinya pemutusan pertunangan yang sudah disahkan oleh adat yang dinamakan To Sikampa (orang sikampa saling menunggui) dan setelah menunggu saatnya duduk bersanding makan dari Dulang (Rampanan Kapa' ), maka yang sengaja memutuskan pertunangan itu tanpa dasar harus membayar kapa’ kepada yang tidak bersalah sesuai dengan nilai hukum tana’nya, kecuali jikalau terdapat pertimbangan lain dari pada dewan adat.
18.  Unnampa’ daun talinganna, artinya orang yang tertangkap basah, maka laki-laki itu harus membayar kapa’ kepada orang  tua perempuan jikalau tak dapat dikawinkan terus seperti karena halangan kastanya tidak  sama atau dilarang oleh adat, dan demikian pula perempuan harus mendapat hukuman tertentu pula jika kastanya lebih tinggi dari laki-laki.
19. Unnesse’ Randan Dali’, artinya laki-laki membuat persinahan dengan perempuan yang lebih tinggi tana’nya, maka laki-laki itu dihukum dengan membayar kapa’ sesuai dengan nilai hukum tana’ dari perempuan.
20. Unteka’ Palanduan atau Unteka’ Bua Layuk yaitu perempuan kasta tingkat tinggi kawin dengan laki-laki kasta tingkat rendahan. Keduanya ada hukumnnya seperti hukuman Dirampanan atau Diali’.
21. Urromok Bubun Dirangkang, artinya bersinah dengan perempuan janda yang baru meninggal suaminya dan belum selesai diupacarakan pemakaman suaminya, maka laki-laki itu harus membayar kapa’ dengan nilai hukum tana’ perempuan karena tak dapat dkawinkan sebelum upacara pemakaman dari suami perempuan itu, kecuali menunggu sampai upacara pemakaman dari suami perempuan itu selesai tetapi sebelum kawin harus mengadakan upacara mengaku-aku lebih dahulu dan kapa’ yang dibayar itu diterima oleh keluarga dari suami perempuan janda itu.


22. Adat Perkawinan di Toraja.
Perkawinan yang dinamai rampanan kapa’ di Tana Toraja merupakan suatu adat yang paling dimuliakan masyarakat Toraja karena dianggap sebagian dari terbentuknya atau tersusunannya kebudayaan seperti pula pada suku-suku bangsa lainnya di Indonesia.
Proses dan pelaksanaan perkawinan yang dinamakan rampanan kapa’ itu di Tana Toraja yang dilakukan menurut adat Toraja, maka tampak perbedaan antara proses perkawinan di daerah lain karena yang dilakukan atau yang menghadapi serta yang mensyahkan perkawinan di Tana Toraja bukanlah penghulu agama tetapi dilakukan oleh pemerintah adat dinamakan ada’. Namun sebenarnya perkawinan itu di asuh atau diatur olah aturan-aturan yang bersumber dari ajaran aluk todolo yang dinamakan aluk rampanan kapa’.
Rapanan kapa’ adalah upacara perkawinan secara adat di Tanah Toraja yang dilaksanakan oleh orang-orang tua tempo dulu, dengan memenuhi persyaratan anatara  lain yaitu : pihak laki-laki wajib menyerahkan maskawin berupa keleke dan “pangan”. Dalam suatu perkawinan di Tana Toraja tidak diadakan kurban persembahan dan sajian persembahan seperti dalam menyelamati peristiwa-peristiwa lain umpamanya pembangunan rumah, menyelamati keadaan tanaman dan hewan ternak dan kelahiran manusia. 
http://irwan-adab.blogspot.com/2013/12/budaya-tanah-toraja-pernikahan-agama.html


Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: 22 Hukum Adat di Indonesia via Hariyantosoftnet
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel 22 Hukum Adat di Indonesia via Hariyantosoftnet ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda

0 komentar:

Post a Comment