Denda adat yang
dikenal dalam hukum adat Dayak Jalai terdiri dari tembikar dan alat musik.
Berbeda dengan denda adat yang berlaku dalam beberapa subsuku Dayak lainnya,
Dayak Jalai tidak mengenal sistem pembayaran denda adat dengan binatang
peliharaan seperti ayam atau babi.
Denda adat yang berlaku terdiri dari dua jenis yakni yang dibayarkan kepada pihak korban (dusaq) serta yang dibayarkan kepada pihak pengurus adat (genggalang). Meskipun demikian, pada beberapa kasus tertentu, ada denda adat yang hanya dibayar untuk pihak korban saja.
Denda adat yang berlaku terdiri dari dua jenis yakni yang dibayarkan kepada pihak korban (dusaq) serta yang dibayarkan kepada pihak pengurus adat (genggalang). Meskipun demikian, pada beberapa kasus tertentu, ada denda adat yang hanya dibayar untuk pihak korban saja.
- Dusaq: denda adat yang dibayar oleh pihak yang bersalah ke pihak korban.
- Genggalang: denda adat yang dibayarkan oleh pihak yang berperkara kepada kepala adat (damung) dan pengurus perkara (suruhan).
Denda adat yang diserahkan ke damung sebagai akibat
kesalahan setara pada kedua belah pihak yang diselesaikan dengan perdamaian.
Dalam hal ini Genggalang tidak dikenakan karena denda adat memang dipungut
oleh damung adat.
Yang termasuk dalam hukum damung ganda rajaq adalah:
1. Pemadaman kataq: sesingkar pinggan (sebuah piring).
Denda adat yang harus diserahkan ke damung sebagai tanda perdamaian atas
perselisihan mulut. Yang termasuk dalam hukum damung ganda rajaq adalah:
2.
Perkara kecil:
sebuah tempayan (sebuah tempayan atau dua buah piring). Denda adat yang harus
diserahkan ke damung adat sebagai konsekuensi pembatalan perkara akibat
kesalahan kedua belah pihak ternyata setara (pekapuran mengupakan diriq, tiung
memadahan damaq-menjuluk musang diampuan) #Perkara besar: tiga pakuq (sempat
buah piring)
3. Halang pucuk sengkuang: tiga pakuq. Denda adat yang
dikenakan oleh suruhan kepada pihak yang bersalah karena menyangkal
kesalahannya ketika dituntut suruhan dan ternyata dalam peradilan adat tetap
terbukti bersalah. dusaq, dia juga membayar kepada suruhan tersebut Sehingga
selain membayar. Sebaliknya seorang suruhan lalai mengurus perkara yang
dipercayakan kepadanya melebihi jangka waktu tiga bulan sejak ditunjuk oleh
seseorang, maka pihak yang dituntut dapat menghukum suruhan tersebut sejumlah
tigaq pakuq sesuai dengan hukum lingah-lalai,tantan-tayuq.
4. Denda adat palas kampang sejumlah masing-masing
lima balas diatas (total tigaq lasaq) ditambah denda adat tentaguran benuaq
berupa sebuah tempayan bagi si lelaki dan canggah balai sejumlah sebuah labah
bagi si perempuan.
5. Hukuman lingah-lalai, tantan-tayuq: hukuman yang
dikenakan oleh damung kepada orang tua pasangan yang baru bertunangan (belum
menikah) tetapi sudah hamil duluan. Pasangan tersebut tidak dipalas.
Masing-masing orangtua dihukum sejumlah tigaq pakuq.
Hukum Adat di Aceh
Sejarah
dimulainya perilaku adat di Aceh diawali dengan lahirnya Kerajaan Aceh
Darussalam. Masuknya agama Islam ke Kerajaan Aceh Darussalam dibawah pimpinan
Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1511 – 1530 M juga sangat mempengaruhi
proses terbentuknya hukum adat. Penyebaran agama Islam pada masa itu berkembang
luas dan cepat karena agama Islam sangat cocok dengan karakteristik masyarakat
Aceh. Maka atas hasil mufakat pembesar-pembesar kerajaan, terbentuklah suatu
sistem hukum adat yang mulai diberlakukan di Kerajaan Aceh Darussalam.
Pelaksanaan hukum adat tersebut berjalan tertib karena adanya kerjasama yang
solid antara pemerintah, lembaga adat dan masyarakat.
Hukum adat yang diberlakukan di aceh antara lain :
6. Nasihat
Keputusan ini bukan berupa sebuah denda yang
diberikan kepada pelaku namun hanya kata-kata nasihat atau wejengan yang
diberikan oleh tokoh adat kepada si pelaku atau yang melakukan kesalahan.
Keputusan nasihat diberikan dalam kasus-kasus ringan, misalnya adanya
permasalahan fitnah dan gosip yang tidak ada buktinya atau pertengkaran
mulut antara warga karena masalah kecil.
7. Teguran
Hampir sama
dengan nasehat, teguran diberikan oleh pihak yang mengadili (perangkat
desa/mukim) kepada yang melakukan kesalahan.
8. Permintaan maaf
Keputusan
permintaan maaf sangat tergantung kepada kasus. Dalam kasus yang bersifat
pribadi, permintaan maaf juga dilakukan oleh seorang yang bersalah kepada
korbannya secara langsung secara pribadi. Namun adakalanya permintaan maaf
dilakukan secara umum karena melanggar ketertiban umum.
Misalnya orang yang berkhalwat (berduaan di tempat
sepi antara dua orang berlainan jenis) di suatu desa, menurut warga desa ia
harus minta maaf karena sudah mengotori desa.
9.
Diyat
Dalam sanksi ini pelaku membayar denda kepada korban
sesuai dengan kasus atau masalah yang terjadi. Dalam kasus yang menyebabkan
keluarnya darah atau meninggal dunia, maka hukuman dan denda dinamakan
dengan diyat. Diyat dilakukan dengan mebayar uang atau terhantung
keputusan ureung tuha gampong (peradilan adat).
10.
Denda
Hukuman denda dijatuhkan sesuai dengan kasus yang
terjadi. Denda juga bisa digantikan dengan wujud tidak mendapatkan pelayanan
dari perangkat desa selama waktu yang tertentu.
11.
Ganti Rugi
Hampir sama dengan denda, ganti rugi biasanya
dijatuhkan pada kasus pencurian dan atau kecelakaan lalu lintas.
12.
Dikucilkan
Hukuman bisa juga diberikan oleh warga desa kepada
seseorang yang sering membuat masalah di suatu desa. Misalnya seseorang yang
tidak pernah ikut gotong royong, tidak pernah ikut rapat, tidak pernah
ikut dalam kegiatan orang meninggal dan pesta perkawinan di desa, maka ia
akan dikucilkan. Artinya, jika ia mengalami masalah dan atau ada memiliki
hajatan maka masyarakat tidak peduli dan tidak membantu orang tersebut
mengatasi masalah.
13.
Dikeluarkan dari Gampong
Seorang yang melanggar adat bisa juga dikeluarkan
dari gampong oleh masyarakat. Hal ini terjadi bila seseorang mempunyai perangai
seperti yang disebutkan sebelumnya ditambah lagi ada melakukan pekarjaan
yang mengotori desa (mencemarkan nama baik desa).
14.
Pencabutan Gelar Adat
Hal ini dilakukan bila perangkat adat di desa
terbukti melawan hukum adat. Misalnya kalau seorang teungku meunasah terbukti
melakukan khalwat ia akan langsung dicabut gelar teungku dan
tidak berhak lagi memimpin upacara keagamaan.
15.
Toep Meunalee
Sanksi ini dikenakan kepada seseorang yang menuduh
tanpa adanya bukti. Maka orang yang menuduh, karena sudah mencemarkan nama baik
orang yang dituduh, ia harus membayar denda dengan nama toep meunalee (menutup
malu).
Hukum Adat Toraja
Perkawinan di Tana Toraja adalah semata-mata adanya
persetujuan kemudian persetujuan itu disyahkan dengan suatu perjanjian
dihadapan pemerintah adat dan seluruh keluarga yang telah terdapat aturan dan
hukum-hukum yang dibacakan dalam perjanjian sebagai sangsi dan perjanjian perkawinan.
Penentuan hukuman dengan nilai hukum Tana’ adalah dilakukan oleh dewan adat yang diumumkan dalam satu sidang atau musyawarah adat dimana hadir kedua suami isteri serta keluarga kedua belah pihak.
Pelanggaran di dalam hubungan adat perkawinan di Tana Toraja
antara lain:
16.
Songkan Dapo’, artinya bercerai/pemutusan perkawinan yaitu yang
bersalah dapat dihukum dengan hukuman Kapa’
dengan membayar kepada yang tidak bersalah sebesar nilai Hukum Tana’ yang telah disepakati pada saat
dilakukan perkawinan dahulu.
17. Bolloan Pato’, artinya pemutusan
pertunangan yang sudah disahkan oleh adat yang dinamakan To Sikampa
(orang sikampa saling menunggui) dan setelah menunggu saatnya duduk bersanding
makan dari Dulang (Rampanan Kapa' ), maka yang sengaja
memutuskan pertunangan itu tanpa dasar harus membayar kapa’ kepada yang tidak bersalah sesuai dengan nilai hukum tana’nya, kecuali jikalau terdapat
pertimbangan lain dari pada dewan adat.
18. Unnampa’
daun talinganna, artinya orang yang tertangkap basah, maka laki-laki itu harus
membayar kapa’ kepada orang tua
perempuan jikalau tak dapat dikawinkan terus seperti karena halangan kastanya
tidak sama atau dilarang oleh adat, dan demikian pula perempuan harus mendapat
hukuman tertentu pula jika kastanya lebih tinggi dari laki-laki.
19. Unnesse’
Randan Dali’, artinya laki-laki membuat persinahan dengan perempuan yang
lebih tinggi tana’nya, maka laki-laki
itu dihukum dengan membayar kapa’ sesuai dengan nilai hukum tana’ dari
perempuan.
20. Unteka’
Palanduan atau Unteka’ Bua Layuk yaitu perempuan kasta
tingkat tinggi kawin dengan laki-laki kasta tingkat rendahan. Keduanya ada
hukumnnya seperti hukuman Dirampanan atau
Diali’.
21. Urromok
Bubun Dirangkang, artinya bersinah dengan perempuan janda yang baru
meninggal suaminya dan belum selesai diupacarakan pemakaman suaminya, maka
laki-laki itu harus membayar kapa’
dengan nilai hukum tana’ perempuan karena tak dapat dkawinkan sebelum upacara
pemakaman dari suami perempuan itu, kecuali menunggu sampai upacara pemakaman
dari suami perempuan itu selesai tetapi sebelum kawin harus mengadakan upacara
mengaku-aku lebih dahulu dan kapa’
yang dibayar itu diterima oleh keluarga dari suami perempuan janda itu.
22.
Adat Perkawinan di Toraja.
Perkawinan
yang dinamai rampanan kapa’ di Tana
Toraja merupakan suatu adat yang paling dimuliakan masyarakat Toraja karena
dianggap sebagian dari terbentuknya atau tersusunannya kebudayaan seperti pula
pada suku-suku bangsa lainnya di Indonesia.
Proses dan pelaksanaan perkawinan yang dinamakan
rampanan kapa’ itu di Tana Toraja yang dilakukan menurut adat Toraja, maka
tampak perbedaan antara proses perkawinan di daerah lain karena yang dilakukan
atau yang menghadapi serta yang mensyahkan perkawinan di Tana Toraja bukanlah
penghulu agama tetapi dilakukan oleh pemerintah adat dinamakan ada’. Namun
sebenarnya perkawinan itu di asuh atau diatur olah aturan-aturan yang bersumber
dari ajaran aluk todolo yang
dinamakan aluk rampanan kapa’.
Rapanan
kapa’ adalah upacara perkawinan secara adat di Tanah Toraja
yang dilaksanakan oleh orang-orang tua tempo dulu, dengan memenuhi persyaratan
anatara lain yaitu : pihak laki-laki
wajib menyerahkan maskawin berupa “keleke” dan “pangan”. Dalam suatu perkawinan di Tana
Toraja tidak diadakan kurban persembahan dan sajian persembahan seperti dalam
menyelamati peristiwa-peristiwa lain umpamanya pembangunan rumah, menyelamati
keadaan tanaman dan hewan ternak dan kelahiran manusia.
http://irwan-adab.blogspot.com/2013/12/budaya-tanah-toraja-pernikahan-agama.html
Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: 22 Hukum Adat di Indonesia via Hariyantosoftnet
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel 22 Hukum Adat di Indonesia via Hariyantosoftnet ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
Judul: 22 Hukum Adat di Indonesia via Hariyantosoftnet
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel 22 Hukum Adat di Indonesia via Hariyantosoftnet ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
0 komentar:
Post a Comment